Black Hope

Visualisasi asa di bawah tempurung realita

Sebuah judul yang sarat akan unsur diskriminasi. Terkesan mengkotak-kotakkan golongan demi golongan. Namun bukan ini yang ingin saya tonjolkan di baliknya. Ini hanya sebuah visualisasi respon dari kerumunan sel syaraf di dalam tempurung kepala saya ketika tahu sebuah 'guyonan' klasik ala kaum pemegang kekuasaan di negeri ini.

Bermula dari suatu sisipan obrolan dosen saya ketika mengajar di kelas. Sebuah paragraf pembuka yang cukup manis disajikan dalam obrolan itu melalui pujian demi pujian. Bahwa kampus STAN sekarang dah bagus, berbeda jauh dari dulu (yang saya menyebutnya seperti markas power ranger) dan beberapa pujian lainnya. Rasa bangga semakin menghijau dengan pujian-pujian itu.

Tapi tiba-tiba pak dosen bilang, "Katanya bentar lagi dah ga nerima mahasiswa dari lulusan SMA/SMK ya."

Waw,, itu reaksi saya pertama kali. Setengah percaya, setengah tidak. Mungkin pak dosen cuma sedang bercanda seperti biasa. Lupakan..

Sebenarnya saya udah cuek dengan gosip itu. Karena saya pikir ini cuma gosip murahan seperti beberapa gosip yang sejak beberapa tahun lalu laris manis di masyarakat, bak video bokep. Tapi lama-lama saya penasaran juga. Sampai akhirnya rasa penasaran saya itu menuntun saya menemukan sebuah dokumen negara bernama PP No 14 Tahun 2010 tentang Pendidikan Kedinasan.

Satu yang dapat saya simpulkan dari PP itu. Eksistensi PTK ada di ujung tanduk.

Sepertinya, beberapa tahun kedepan adik-adik kita yang sekarang duduk di bangku sekolah lanjutan maupun menengah akan sedikit kebingungan memilih jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Atau bahkan bagi mereka yang berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi yang lemah, cukup hanya ada satu pilihan yaitu berhenti atau tidak meneruskan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Bagaimana tidak, hidup di zaman materialistis sekarang ini, segala sesuatunya dinilai dengan materi. Jangankan buat pendidikan, cuma sekedar mempertahankan hidup saja susah.

Masih segar di ingatan kita, saat rekan-rekan mahasiswa di berbagai perguruan tinggi negeri di seluruh penjuru Nusantara, melakukan aksi dengan berbagai bentuk sebagai wujud penolakan mereka terhadap peraturan pemerintah yang mendorong liberalisasi dan komersialisasi pendidikan (dalam hal ini perguruan tinggi). Dan sekarang, pemerintah mengeluarkan lagi PP No 14 Tahun 2010 tentang Pendidikan Kedinasan.

Dalam PP yang telah disahkan oleh Presiden RI tertanggal 22 Januari tahun 2010 ini, pemerintah memberikan 3 alternatif peralihan (dengan masa transisi 5 tahun dari ditetapkannya PP) terhadap PTK-PTK yang telah ada selama ini, yaitu: (Pasal 24 ayat (1) huruf b)

1. Pendidikan Kedinasan diubah menjadi Badan Hukum Pendidikan (BHP), di mana departemen/LPNK menjadi pendirinya.

2. Pendidikan Kedinasan diintegrasikan dengan Perguruan Tinggi Negeri terdekat karena bidang studi yang ditangani sama, serupa atau sanggup dilaksanakan oleh PTN tersebut.

3. Pendidikan Kedinasan yang bersangkutan tetap menjadi pendidikan kedinasan/profesi dalam format yang baru. Yaitu, pendidikan kedinasan/profesi untuk lulusan sarjana atau sederajat, pegawai negeri sipil atau calon pegawai negeri sipil.

Miris memang. Di negeri ‘dongeng’ yang kaya akan sumber daya alam ini, tidak mampu memberikan kebutuhan bagi rakyatnya yang sangat fundamental, dalam mengangkat derajat dan harga diri bangsa dihadapan bangsa-bangsa lain, yaitu pendidikan. Pendidikan dianggap tidak lebih hanya sekedar ladang bisnis yang potensial semata.

Pemerintah lupa bahwa hampir setiap tahunnya, ribuan bahkan ratusan ribu lulusan sekolah menengah berbondong-bondong untuk mendaftarkan diri dan berharap dapat menuntut ilmu di Perguruan Tinggi Kedinasan. Mereka merasa bahwa PTK merupakan salah satu alternatif bagi mereka untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi, terutama yang berkemampuan ekonomi menengah ke bawah. Dimana, untuk kuliah di PTN atau PTS bagi sebagian kalangan merupakan “mimpi di tengah siang bolong” akibat tingginya biaya yang harus mereka keluarkan. Sementara, dengan kuliah di PTK mereka berharap terbebas dari biaya yang “mencekik leher” serta prospek kerja yang cerah dan mulia dengan mengabdikan diri kepada negara.

Namun sekarang, angan-angan dan harapan itu telah sirna. Dengan dikeluarkannya PP ini, PTK tidak ada bedanya dengan PTN dan PTS yang ada. Semakin nyata ideom yang sering kita dengar “mau pinter aj susah” dan“orang miskin dilarang pinter”.


Artikel ini semata-mata bukan karena saya adalah mahasiswa STAN yang notabene merupakan PTK di bawah payung Departemen Keuangan (sekarang kayaknya dah ganti nama jadi Kementrian Keuangan) karena kayaknya saya ga terkena imbas yang besar. Tapi saya mikirnya,"gimana nasib adik-adik (sok tua) yang kepengen banget meneruskan kuliah di PTK demi meringankan beban orang tuanya bila dibandingkan dengan kuliah di PTN atau PTS di luar sana.

Yah,, ini cuma sebuah informasi sekaligus opini. Namanya hidup pasti ada hitam dan putih, ada yang pro dan kontra. Kalo pengen baca sendiri PP-nya dan berpendapat, silakan download dulu di sini.
Selamat menjadi individu yang 'pintar' dan 'dewasa'..

0 komentar:

Posting Komentar

About this blog

Nama lengkap saya Heru Irfanto. Biasa dipanggil Heru, Shigeru Hirano, ato Jeruk.
Saya keturunan asli Daerah Istimewa Yogyakarta. Tapi saat ini saya sedang mengembara ke barat (Bintaro) untuk kuliah di STAN.

Lebih jauh tentang saya bisa dilihat di :
facebook
plurk
google
twitter